Minggu, 30 Oktober 2016

Pengenalan Teknologi Material Konstruksi Logam

Pendahuluan

Siklus material
  1. Penambangan (Mining) : Konsentrat Mineral
  2. Peleburan (Smelting)
  3. Pembentukan (Forming) : Produk Setengah Jadi
  4. Pengerjaan (Fabrication) : Produk jadi/ Peralatan
  5. Operasi & Perawatan : Bangunan Peralatan jangan Segera Rusak
  6. Korosi : Produk Korosi Kembali ke Bumi



Half Finished Products
  • Pelat (Plate)

  • Lembaran (Sheet)

  • Tube & Pipe

  • Profil Struktur

  • Kawat (Wire) & Kabel Sling (Wire rope)

Standar dan Kode

  • Material Standards
  • Product Standards
  • Design Codes
  • Manufacturing Codes
  • Inspection Codes
  • Operation & Maintenance Codes

Engineering Material


Jenis:
  • Baja (Steel) : Baja Karbon, Baja Paduan
  • Besi Cor (Cast Iron)
  • Aluminium & Paduannya
  • Tembaga & Paduannya
  • Titanium & Paduannya
  • Superalloys : Ni-, Co-, Fe- Base
  • Timah Putih, Hitam, & Paduannya

Sifat Fisik Material:
  • Titik Cair
  • Massa Jenis
  • Konduktivitas Panas
  • Konduktivitas Listrik
  • Koefisien Muai
  • Dst.

Sifat Mekanik Material:
  • Kekuatan Luluh (Yield Strength)
  • Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
  • Perpanjangan (Elongation)
  • Kekerasan (Hardness)
  • Harga impact
  • Batas Lelah (Fatigue Limit)
  • Batas Mulur (Creep Limit)
  • Ketahanan Aus

Sifat Kimia Material:
  • Ketahanan Korosi

Sifat Teknologi:
  • Mampu Cor (Castability)
  • Mampu Bentuk (Formability)
  • Mampu Las (Weldability)
  • Mampu Keras (Hardenability)
  • Mampu Mesin (Macinability)

Pengujian & Pemeriksaan (Testing & Inspection):
  • Pengujian Mekanik:
    • Uji Tarik
    • Uji lentur
    • Uji Geser
    • Uji Tekan
    • Uji Keras
    • Uji Impact
    • Uji Fatigue
    • Uji Creep
    • Uji Aus
  • Pengujian Korosi
  • Pemeriksaan Material
  • Pemeriksaan Komponen/Peralatan
  • Teknik Pemeriksaan Merusak:
    • Metalografi
  • Teknik Pemeriksaan Tidak Merusak:
    • Visual
    • Dye Penetrant
    • Ultrasonic
    • X-ray Radiography
    • Magnetic Particle
    • Eddy Current
    • Infrared Thermography

Pengujian Mekanik

  • Uji Tarik (Tension Test)
  • Uji Impak (Impact Test)
  • Uji Lelah (Fatigue Test)
  • Uji Kekerasan (Hardness Test)
  • Uji Mulur (Creep Test)
  • Uji Lentur (Flexure Test)
  • Uji Tekuk (Bend Test)

Uji Tarik

Sifat mekanik yang diperoleh dari pengujian tarik adalah:
  • Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
  • Kekuatan Luluh (Yield Strength)
  • Keuletan (Ductility)
  • Ketangguhan (Toughness)
  • Modulus Elastisitas
Sample Uji Tarik
  • Lokasi pengambilan sample, bentuk, dan dimensi spesimen uji tarik harus mengikuti standar, misalnya JIS, ASTM
  • Dimensi utama dari sample uji tarik adalah:
    • Luas penampang melintang awal = Ao
    • Panjang uji awal (gauge length) = Lo


Metode Pengujian
  • Spesimen uji tarik dijepit di kedua ujungnya dan ditarik dengan kecepatan konstan
  • Akibat tarikan tersebut, spesimen akan bertambah panjang 
  • Akibat pertambahan panjang yang terjadi pada spesimen, maka load cell akan mencaat reaksi berupa gaya tarik.

Kurva Tegangan Regangan Teknik (Engineering Stress-Strain Curve)

Tegangan 


Regangan


Kurva Tegangan Regangan


Ketangguhan material ditunjukkan oleh energi yang mampu diserap material sampai material patah.




Uji Impak (Impact Testing)
  • Pengujian impak dilakukan untuk mendapatkan data keuletan material atau ketangguhan daerah lasan
  • Spesimen yang diberi takikan (notch) menerima beban tiba-tiba.
  • Besarnya energi yang digunakan untuk mematahkan spesimen diukur.



  • Energi untuk metahkan spesimen diukur berdasarkan pada perbedaan energi potensial dari bandul pemukul pada saat sebelum dan sesudah memukul spesimen

Uji Kelelahan
  • Metode Pengujian Fatigue:
    • Metode fatigue lentur putar (rotating bending fatigue)
    • metode fatigue axial (axial fatigue)
  • Pada mesin uji fatigue lentur putar, beban yang diterima oleh spesimen adalah tegangan normal bolak balik murni dengan rasio tegangan R=1.
  • Besarnya tegangan dan jumlah putaran, N, yang mapu diterima oleh spesimen dicatat sebagai data pengujian.
  • Bila pengujian fatigue dilakukan terhadap beberapa spesimen yang diberi tegangan berbeda-beda maka jumlah putaran yang mampu diterima oleh setiap spesimen sampai patah akan berbeda pula.
  • Pemetaan tegangan sebagai fungsi dari jumlah putaran akan diperoleh kurva S-N.
  • Kurva S-N untuk material baja membentuk garis horizontal pada suatu beban tegangan tertentu
  • Dibawah tegangan ini secara teoritis baja tersebut mampu menerima beban fatigue untuk selamanya tanpa terjadi patah. Batas tegangan ini disebut batas fatigue (fatigue limit).
  • Sedangkan material aluminium, tembaga, magnesium dan paduan tembaga memiliki kurva S-N yang terus menurun dengan naiknya jumlah putaran. Material jenis ini tidak memiliki batas fatigue.
  • Sebagai penggantinya ditentukan suatu parameter yang disebut  kekuatan fatigue (fatigue strength), yaitu besarnya tegangan yang mampu diterima oleh material untuk sejumlah putaran tertentu.
  • Batas fatigue dan kekuatan fatigue material bergantung pada beberapa faktor antara lain:
    • Ukuran komponen
    • Konsentrasi tegangan, misalnya adanya takikan
    • Kekasaran permukaan clan proses pengerjaan 
    • Tegangan sisa

Kurva Fatigue Test


Fatigue Test


Fatigue Testing Machine






















Kamis, 27 Oktober 2016

Praktikum Bahan Bangunan Laut 3

Pada minggu sebelumnya (7 oktober 2016), kami sudah menghitung beton dengan kekuatan K-200 dengan komposisi sebagai berikut.:

  • Semen                                    : 15,11   kg
  • Agregat halus kondisi lapangan  : 31,031 kg
  • Agregat kasar kondisi lapangan  : 53,77  kg
  • Air                                          : 8,01   kg

Tujuan

Membuat dan melakukan curing terhadap beton K-200

Prosedur Percobaan

Pembuatan

1. Siapkan 6 buah bekisting


2. Oleskan oli menggunakan kuas di dalam bekisting hingga merata


3. Kencangkan bekisting jika terdapat celah


4. Timbang bahan-bahan concrete mix design dnegan jumlah yang sudah dihitung





5. Masukkan bahan-bahan ke dalam molen dengan urutan agregat kasar, agregat halus, semen, kemudian air.
6. Aduk dan pastikan campuran tidak menggumpal di dalam molen
7. Tambahkan air jika belum tercampur dengan sempurna (Pada saat percobaan ditambahkan air 1,5 kg)
8. Lakukan uji slump
9. Pindahkan concrete mix design dari dalam molen ke dalam wadah besar
10. Masukkan adonan ke dalam bekisting menggunakan sekop sehingga 1/3 tingginya.
11.Gunakan vibrator agar bekisting terisi penuh dari padat.



Proses Curing

1. Diamkan selama satu hari, lalu lepaskan beton dari bekistingnya. (Pada saat percobaan beton didiamkan selama 3 hari).


2. masukkan beton ke dalam bak curing.


3. Lalu tutup menggunakan karung goni/kain bekas.


Sabtu, 22 Oktober 2016

Dasar Teknologi Baja (Rangakaian Proses Pembuatan Baja)


Bijih Besi

Bijih besi pada umumnya adalah besi oksida, yaitu Hematit, Magnetit dan Limonit. Hemtati adalah bijih besi paling banyak dimanfaatkan karena kadar besinya tinggi mencapai 66% dan kadar kotorannya relatif rendah. Pda tahap selanjutnya hematit ini akan dimasukkan ke dalam blast furnace, yaitu tungku besar yang berfngsi melebur bijih besi pada tahap awal.

Proses Pembuatan Baja

Secara tradisional, bahan baku untuk menghasilkan gas reduktor karbon monoksida adalah arang atau batubara. Dewasa ini sekitar 80% baja dihasilkan dengan melewati jalur tanur tinggi(blast furnace), sedangkan 20% sisanya melalui jalur reduksi langsung (direct reduction).


Jalur Reduksi Langsung

Proses reduksi langsung dapat menggunakan reduktor yang berasal dari gas alam. Proses direct reduction ini digunakan di PT Krakatau Steel. Bahan bakunya adalah pelet bijih besi dan gas alam. Gas alam yang dipanaskan sampai suhu sekitar 900 derajat Celcius direaksikan dengan air dengan katalis Ni akan berubah menjadi gas H2 dan CO. Keduanya merupakan gas reduktor yang akan mengikat dan mengambil oksigen dari bijih besi.

Dengan demikian pelet bijih besi berubah menjadi besi spons, tetap dalam keadaan padat berbentuk butiran (pelet). Besi spons memiliki kadar karbon yang terlalu tinggi (untuk baja) dan unsur pengotor. Selanjutnya besi spons (ditambah bahan baku lainnya: oksigen batu kapur dan unsur-unsur paduan) dilebur di tungku busur listrik atau E.A.F. (Electric Arc Furnace) menjadi baja cair. Baja cair dituang dengan proses pengecoran kontinu menjadi fillet dan slab.

Jalur Blast Furnace

Teknologi Bals Furnace atau Hoogoven atau tanur tinggi saat ini adalah hasil perkembangan sejak abad 14. Teknologinya sudah matang, produktivitasnya sangat tinggi. Be=ijih besi dicampurkan kokas dan dipanaskan dalam klinker bernama "sinter". Kokas diperoleh dari batubara yang dipilih dan dipanaskan dalam coke oven menjadi kokas. Bijih besi, kokas, batu kapur, dan udara panas dipadu dalam blast furnace.

Blast Furnace



  • Hematit akan dimasukkan ke dalam blast furnace, disertai dengan beberapa bahan lainnya seperti kokas, batu kapur,  dan udara panas. bahan baku yang terdiri dari campuran bijih besi, kokas, dan batu kapur, dinaikkan puncak blast furnace yang tingginya bisa mencapai 60 m. 
  • Setelah bahan-bahan dimasukkan ke dalam blast furnace, lalu udara panas dalirkan dari dasar tungku dan menyebabkan kokas terbakar sehingga nantinya akan membentuk karon monoksida. 
  • Maka didapatlah besi yang kita inginkan. Namun besi tersebut masih mengandung karbon yang cukup banyak yaitu 3-4,5 % padahal besi yang paling banyak digunakan saat ini adalah yang berkadar karbon kurang dari 1% saja. Besi yang mengancdung karbon dengan kadar >4% biasa disebut pig iron.
  • Batu kapur digunakan sebagai fluks yang mengikat kotoran-kotoran yang terdapat dalam ijih besi.
  • Perlu diperhatikan bahwa bijih besi yang akan dimasukkan ke dalam blast furnace haruslah digumpalkan terlebih dahulu.
  • Hal tersebut berguna agar aliran udara panas bisa dengan mudah bergerak melewati celah0celah biji besi dan tentunya akan mempercepat proses reduksi.

  • Bahan Baku: bijih besi, batu kapur, kokas, dan udara
  • Pembakaran kokas mempunyai dua fungsi:
    • Menghasilkan panas
    • Pembakaran tidak sempurna menghasilkan gas karbon monoksida sebagai reduktor.
  • Batu kapur berfungsi untuk mengikat kotoran pada besi cair menjadi terak (Slag) yang terapung diatas besi kasar cair.
  • Hasil Blast furnace adalah besi kasar cair.
  • Besi kasar segera dikirim dan dimasukkan ke converter di Basic Oxygen Furnace atau Basic Oxygen Steelmaking

Konversi Besi Ke Baja

BOF


  • Kedalam BOF dimasukkan:
    • Besi kasar cair
    • Baja bekas
    • oksigen
    • batu kapur
    • unsur-unsur paduan
  • Penambahan oksigen (dengan oxygen lance) adalah untuk mengurangi kadar karbon hingga mencapai yang dikehendaki.
  • Batu kapur mengikat kotoran menjadi terak.
  • Sesudah komposisi kimia tepat seperti yang diminta  (sample diperiksa dengan spektrometer), Baja cair dipindahkan ke ladle.
EAF

  • EAF hanya memakai cold scrap metal. 
  • EAF hanya untuk membuat baja mutu tinggi.

Secondary Steelmaking
  • Ekstra Treatment sesuai mutu baja yang diingikan.
  • Bisa ditambah argon, injeksi powder atau wire, vacuum atau pemanasan tambahan.
  • Mengurangi kadar hidrogen dan sulfur
  • Penuangan baja cair dapat dilakukan dengandua cara:
    • Dalam bentuk balok baja (ingot)
    • menjadi slab atau billet dengan proses cor kontinu (continuous casting)

Continuous casting


Casting



Proses Pembuatan Produk Setengah Jadi

  • Hot Rolling
  • Cold Rolling
  • Hot Forging
  • Hot Tube Fiercing
  • Pembuatan Welded Pipe (Longitudinal & Spiral)

Hot Rolling

Ingot, Billet dan Slab Diroll panas (Hot Rolling) menjadi:
  • Flat Product : Pelat
  • Long Product : Baja profil, besi beton, dan batang kawat.


  • Ingot, Slab atau billet dipanaskan di tungku pemanas
  • Hot rolling dilakukan bertahap

Cold Rolling

  • Dengan Cold rolling bertahap pelat diubah menjadi baja lembaran (Sheet)
  • Dilanjutkan dengan proses pemanasan/annealing untuk melunakkan dan diakhiri dengan temper rolling untuk menyetrika.

Hot Forging

  • Untuk membuat komponen yang berukuran besar, misalnya pros turbn, digunakan proses tempa panas.



Hot Tube Piercing

  • Tahap awal pembuatan pipa seamless dilakukan dengan
  • Hot tube piercing terhadap billet yang dipanaskan
  • salah satu variannya adalah proses Mannesmann

  • Pengecilan diameter pipa berdinding tebal tersebut dilakukan dengan proses hot tube rolling. tebal dindingnya juga akan berkurang.
  • Untuk membuat pipa yang lebih kecil lagi diameternya dipakai proses cold tube drawing.

Pembuatan Welded Pipe

  • Welded pipe dapat dibuat dengan dua cara:
    • Longitudinal welded pipe 
    • spiral welded pipe

Longitudinal Welded Pipe

  • Bahan baku : Pelat baja hasil hot rolling
  • Proses pembentukan dengan roll forming bertahap

Spiral Welded Pipe

  • Bahan baku pelat baja hasil hot rolling dapat dibentuk menjadi pipa dengan alur spiral.
  • Dengan satu lebar pelat dapat diperoleh pipa dengan berbagai diameter, tergantung pada cetakan dan sudut pemasukan pelat.
  • Pengelasan dilakukan dengan Submerged Arc Welding atau las busur terendam.


Klasifikasi dan Standard

Jenis baja dikelompokkan Sbb:

-Baja karbon (plain carbon steel)
  • Low Carbon Steel      : C<0,25%
  • Medium Carbon Steel : C=0,25%=0,5%
  • High Carbon Steel      : C>0,5%
- Baja Paduan (Alloy Steel)
  • Low Alloy Steel : E unsur-unsur paduan < 8%
  • High Alloy Steel : E unsur-unsur paduan >8%

Standard yang banyak dipakai dalam perdagangan/industri baja adalah:
  • AISI = American Iron % Steel Institute
  • SAE = Society of Automotive Engineers
  • ASME = American Society of Mechanical Engineers
  • ASTM = American Society for Testing and Materials
  • DIN = Deutsche Industrie Normen
  • JIS = Japanese Industrial Standard
Klasifikasi/ standard baja dibuat merut hal berikut:
  1. Proses Pembuatan/ Bentuk Produk
  2. Kekuatan
  3. Komposisi kimia
  4. Nomor Standard Tanpa Pola Tertentu


Minggu, 16 Oktober 2016

Praktikum Bahan Bangunan Laut 2

Sebelum Membuat beton, kita terlebih dahulu harus merancang campurannya. Maka pada minggu kedua ini, kami melakukan perancangan campuran beton menggunakan data yang telah diambil dari praktikum pertama.

Rancangan Campuran Beton

Tujuan

Perancangan campuran beton dilakukan untuk mendapatkan komposisi campuran beton yang ekonomis dan memenuhi syarat kelecakan, kekuatan, dan durabilitas.

Prosedur Perancangan

Prosedur perancangan proporsi campuran beton dengan menggunakan ACI Committe 2011 adalah sebagai berikut:

  1. Pemilihan Nilai Slump: Nilai Slump biasanya ditentukan dalam spesifikasi, tapi apabila tidak ditentukan maka tabel dibawah ini dapat digunakan untuk berbagai jenis konstruksi.
Nilai Slump Yang Disarankan

Jenis Konstruksi
Slump (mm)
Maksimum
Minimum
Dinding Pondasi, footing, dinding basement
75
25
Dinding dan balok
100
25
Kolom
100
25
Perkerasan dan lantai
75
25
Beton dalam jumlah besar
50
25

  1. Pemilihan Ukuran Maksimum Agregat Kasar : Pemilihan ukuran maksimum agregat kasar dilakukan sebagai pembatasan struktural untuk penulangan dan pemadatan. Biasanya ukuran maksimum agregat kasar ditentukan dalam spesifiskasi, tapi apabilatidak ditentukan dapat menggunakan persyaratan sebagai berikut:
    1. 1/5 jarak terkecil antara 2 tepi bekisting
    2. 1/3 tebal pelat
    3. 3/4 jarak bersih selimut beton
    4. 2/3 jarak bersih antar tulang
  2. Estimasi Kebutuhan Air Pencampur dan Kandungan Udara : Jumlah air pencampur persatuan volume beton yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai slump tertentu sangat bergantung pada ukuran maksimum agregat, bentuk serta gradasi agregat dan juga pada jumlah kebutuhan kandungan udarqa pada campuran.
Kebutuhan Air Pencampuran dan Udara Untuk berbagai nilai Slump dan ukuran Maksimum Agregat

Jenis Beton
Slump
(mm)
Air (kg/m3)
10 mm
12,5 mm
20 mm
25 mm
40 mm
50 mm
75 mm
Tanpa penambahan udara
25-50
205
200
185
180
160
155
140
75-100
225
225
200
190
175
170
155
150-175
240
240
210
200
185
175
170
Udara tersekap (%)
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0,3
Dengan penambahan udara
25-50
180
175
165
160
150
140
135
75-100
200
190
180
   175
170
155
150
150-175
215
205
190
180
170
165
160
Udara tersekap (%)
8
7
6
5
4,5
4
3,5
  1. Pemilihan Nilai Perbandingan Air Semen: Hubungan rasio air semen dan kekuatan beton yang dihasilkan seharusnya dikembangkan berdasarkan material yang sebenarnya yang digunakan dalam pencampuran. Sebelum memilih nilai a/s, sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu nilai kuat beton rata-rata dengan cara : fm = fc'+1,64 Sd
    1. fm : nilai kuat beton rata-rata
    2. fc : niali kuat tekan karakteristik (yang disyaratkan)
    3. Sd: standar deviasi (dapat dilihat berdasarkan tabel dibawah ini). Standar deviasi dipilih berdasarkan kondisi dan letak pengerjaannya.
Klasifikasi Standar Deviasi

Kondisi Pengerjaan
Standar Deviasi
Lapangan
Laboratorium
Sempurna
<3
<1,5
Sangat Baik
3-3,5
1,5-1,75
Baik
3,5-4
1,75-2
Cukup Baik
4-4,5
2-2,5
Kurang Baik
>5
>2,5

    1. Setelah didapat nilai fm, maka langkah selanjutnya menentukan perbandingan air semen dengan melihat tabel di bawah ini.

Hubungan Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton

Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari (Mpa)
Rasio Air Semen (Perbandingan berat)
Tanpa Penambahan Udara
Dengan Penambahan Udara
48
0,33
-
40
0,41
0,32
35
0,48
0,40
28
0,57
0,48
20
0,68
0,59
14
0,82
0,74

  1. Perhitungan Kandungan Semen : Berat semen yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah berat air pencampur (step 3) dibagi dengan rasio air semen (step 4).  
    1. Berat semen = (berat pencampur)/(rasio air semen)
  2. Estimasi Kandungan Agregat Kasar : Untuk menentukan kandungan agregat kasar, terlebih dahulu kita tentukan modulus kehalusan dari agregat. Semakin halus pasir dan semakin besar ukuran amksimum agregat kasar, semakin banyak volume agregat kasar yang dicampurkan untuk menghasilkan campuran beton dengan kelecakan (workabilitas) yang baik. Volume agregat kasar per 1 m3 beton adalah sama dengan fraksi volume yang didapat dari tabel dibawah ini. Volume ini kemudian dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar dengan mengalikannya dengan berat isi kering dari agregat yang dimaksud.
Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton dengan Slump 75-100 mm

Ukuran agregat kasar (mm)
Volume Agregat Kasar Persatuan Volume Beton untuk Berbagai Nilai Modulus Kehalus Pasir
2,4
2,6
2,8
3
10
0,50
0,48
0,46
0,44
12,5
0,59
0,57
0,55
0,53
20
0,66
0,64
0,62
0,60
25
0,71
0,69
0,67
0,65
37,5
0,75
0,73
0,71
0,69
50
0,78
0,76
0,74
0,72
75
0,82
0,80
0,78
0,76
150
0,87
0,85
0,83
0,81

Untuk Campuran dengan nilai slump 75-100 mm, volume agregat kasar dapat diperoleh dengan mengoreksi nilai pada tabel 5 dengan nilai koreksi pada tabel berikut

Slump (mm)
Faktor Koreksi untuk Berbagai Ukuran Maksimum Agregat
10 mm
12,5
20 mm
25 mm
40 mm
25-50
1,08
1,06
1,04
1,06
1,09
75-100
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
150-175
0,97
0,98
1,00
1,00
1,00

BAK = MAK x VAK xFk
  1. Estimasi Kandungan Agregat Halus : Pertama, tentukan terlebih dahulu berat jenis beton segar dengan menggunakan ukuran maksimum agregat.

Estimasi Awal untuk Berat Jenis Beton Segar

Ukuran Agregat Maksimum (mm)
Massa Jenis Beton Segar (Kg/m3)
Tanpa Penambahan Udara
Dengan Penambahan Udara
9,5
2304
2214
12,7
2334
2256
19,1
2376
2304
25,4
2406
2340
38
2442
2376
50,8
2472
2400
762
2496
2424
152,4
2538
2472

BAH = BBS - BAK - AIR - SEMEN
  1. Koreksi Kandungan Air pada Agregat : Karena dalam step sebelumnya agregat diasumsikan dalam kondisi SSD, maka kandungan air di dalamnya harus dikoreksi.
    1. BAK koreksi = BAK + (BAK x Daya Serap Air Agregat Kasar)
    2. BAH koreksi = BAH + (BAH x Daya Serap Air Agregat Halus)
  2. Koreksi Berat Air
    1. Berat Air Koreksi = BBS - BAK koreksi - BAH koreksi - Semen